Friday, April 4, 2014

Tiang Negara (part 4)


“Wanita adalah tiang negara.


Bila wanitanya rusak, maka rusaklah negara itu.” [al-Hadits]

  • Hadits tersebut mengajarkan pada kita peran wanita dalam membangun peradaban manusia. Wanita memiliki posisi yang sangat strategis dalam membangun peradaban. Suatu bangsa atau negara, jika ingin maju, maka harus memperhatikan kaum wanita.


Jika kaum wanitanya bermoral bejat, suka memfitnah, suka menggunjing, royal (boros), tidak pernah puas dengan apa yang diterima dari suaminya, dan perilaku buruk lain, maka pastilah negara itu di ambang kehancuran, karena korupsi bersimaharajalela, judi dan pelacuran menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, hukum tidak dapat ditegakkan.


Namun bila wanitanya adalah wanita sholehah, taat pada suami, sabar dan penuh kasih sayang, maka negara akan dapat melakukan pembangunan, menjadi negara yang makmur dan sentausa. Sebabnya sederhana, bila suami pulang, sang isteri akan menyambut dengan senyum senang.

Bila suami memberi nafkah, ia akan menerima dengan hati lapang dan berdoa untuk keselamatan sang suami. Bila sang suami sedang suntuk karena pekerjaan, si isteri akan menghibur dan menemani.


  • Kebahagiaan rumah tangga tidak terletak pada harta yang melimpah, emas dan permata tak terhingga, rumah dan vila di mana saja, rentengan kartu kredit atau ATM. Rumah tangga yang bahagia adalah rumah tangga yang isterinya selalu tersenyum menyambut suaminya pulang kerja. 


Bersyukur atas rejeki yang diperoleh suaminya dari Allah. Bila diberi ia menerima, jika tidak diberi ia tak akan meminta. Sanggup menekan keinginannya, demi melihat kepentingan masa depan. Seperti banyak diistilahkan, rumah tangga terasa bahagia walau hanya makan dengan sambal dan garam, namun suami-isteri hidup penuh kasih, menempatkan ketakwaan pada Allah sebagai tiang rumah tangga mereka.


Wanita seperti itulah yang disebut tiang negara.

Penuhilah kebutuhan isterimu dan ajarkan padanya untuk ikhlas dan bersyukur menerima apa yang diberikan oleh suaminya, dan tidak perlu mencari tambahan di luar rumah.

Duhai para pemuda yang sedang ingin menikah, carilah wanita yang dapat menjadi pasangan hidupmu, menjadi perhiasan dan cahaya mata, serta dapat diandalkan sebagai penjaga moral. 

Rasul yang mulia juga menganjurkan pada umatnya untuk mencari isteri yang memenuhi empat kriteria, yaitu cantik, dari keturunan terhormat atau keturunan orang baik-baik, kaya-raya, dan juga taat beragama.

 Jika tiga syarat yang pertama tidak engkau temui, maka sekurang-kurangnya engkau harus mendapatkan wanita yang memenuhi syarat; taat beragama. Wanita yang taat beragama itulah yang dapat menjadi pasangan, perhiasan dan cahaya mata serta penguat moral. 


Dengan memiliki wanita yang taat beragama, insyaallah rumah tangga kalian diberkahi. Rasulullah saw. bersabda:
“Perempuan itu dikawini karena empat perkara; karena cantiknya, atau karena katurunannya, atau karena hartanya, atau karena agamanya. Tetapi pilihlah yang beragama, agar selamatlah dirimu.” [HR. Bukhari dan Muslim]

Wahai para suami, jika isterimu telah memenuhi empat syarat sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah, dan wanita yang dapat menjadi pasangan, cahaya mata, perhiasan dan penguat moral, maka teguhkanlah rumah tanggamu dengan berbuat baik pada keluarga.

 Berlakulah engkau sebagai suami yang setia dan dapat dibanggakan oleh isterimu, jadilah lelaki yang dapat membimbing keluarga untuk menggapai ridha Allah.


Namun bila engkau belum mendapatkan wanita ideal seperti itu, maka di pundakmulah tanggung jawab untuk mendidik dan membimbing isterimu. Didiklah ia dengan cara-cara yang baik, yaitu dengan memberi contoh, menghargai kedudukannya sebagai manusia dan sebagai isteri, juga memberi nasehat dengan kata-kata bijak.

Suami adalah kepala rumah tangga, karena itu janganlah engkau biarkan dalam wilayah ‘kekuasaanmu’ ada orang yang berbuat tidak sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya. Ajari dan doakanlah orang-orang yang menjadi tanggung jawabmu agar menjadi cahaya matamu, agar engkau oleh Allah dijadikan sebagai orang yang bertakwa.

Wahai para suami atau engkau yang akan menikah, cobalah merenungkan sejenak, saat-saat paling indah dalam hidupmu. Saat engkau mengukir janji, yang dipersaksikan oleh para malaikat. 


Saat ijab dikabulkan, kala segala harapan dan angan-angan menjadi nyata, ketika cinta menemukan makna.

Duhai saat-saat itu adalah saat terindah yang tak mungkin terlupakan, bahkan jika mungkin sangat ingin terulang. Tiada kesedihan hadir kala itu, hanya senyum, kegembiraan dan bahagia yang menghias jiwa. 

Para orang tua, karib-kerabat dan sanak-saudara semua hadir, memuji, melimpahi doa dan harapan agar engkau bahagia.


Pada waktu itulah, setelah ijab-qabul, terbuka semua rahasia, terbentang jalan untuk menggapai keindahan dan kebahagiaan yang diridhai Allah. Segala yang terhalang menjadi terkuak, segala yang haram menjadi halal. Kenikmatan yang sebelumnya hanya bisa engkau bayangkan, kini benar-benar nyata. Penyatuan cinta, jiwa dan harapan hadir memenuhi jiwamu. Engkau menjadi manusia paling bahagia, seakan-akan sempurnalah hidupmu.

Cobalah ingat kembali kala engkau bersanding dengan gadis pujaan kalbumu nan cantik menawan, lembut tutur katanya, halus budi bahasanya. Semua mata memandangmu dengan kagum, ikut merasakan suka-cita, sembari dalam hati berdoa: “Semoga kedua mempelai hidup bahagia, menjadi keluarga sakinah, mawaddah dan rahmah.”




Duhai, alangkah indah saat-saat itu. Jika mungkin, pastilah semua orang akan berharap setiap hari menjadi hari yang membahagiakan seperti itu. Namun sayang harapan seperti itu tak akan pernah terulang untuk kedua kalinya.


Masa pernikahan adalah masa paling indah yang hanya bisa terjadi satu kali, yaitu saat seorang pemuda melepas masa lajangnya. Engkau bisa menikah dengan lebih dari satu isteri, tapi tetap saja saat-saat yang membahagiakan adalah saat menikah pertama kali.

Mengapa? Karena pada pernikahan pertama, engkau seperti manusia yang baru keluar dari gua dan melihat keramaian kota.

 Ada perasaan takjub, senang, bahagia, khawatir, sesekali muncul bayang-bayang akan dosa yang pernah engkau perbuat di masa muda, atau kenangan akan jasa orang tua, juga merasakan kelelahan yang diderita oleh mereka yang telah bekerja demi mempersiapkan acara pernikahan. Semua perasaan itu bercampur-baur menjadi satu dalam jiwamu.


Jauh-jauh hari engkau sudah berangan-angan akan melakukan tindakan begini atau begitu, namun ketika waktunya tiba, angan itu sirna tanpa mampu engkau cegah. Itulah alasan mengapa pernikahan pertama menjadi sesuatu yang amat mendebarkan, mengagumkan, dan selalu terkenang selama hayat dikandung badan.


  • Bagi engkau yang belum menikah, ingatlah satu hal, rencanakan dengan baik semua hal yang ingin engkau lakukan, tenangkan hatimu saat menghadapi hari itu, dan lakukan semua rencanamu, karena setelah ijab-qabul semua rencana tak berguna.


Wahai para suami, jangan mudah hanyut terbawa perasaan. Cobalah buka kembali ingatanmu, betapa dahulu engkau memuja dan memuji isterimu yang cantik menawan, menghargai sikapnya yang taat dan sholehah, menyenangi suaranya yang merdu merayu bak buluh perindu. 

Kenanglah saat-saat manis yang kalian temukan pertama kali, ketika semua tamu undangan telah pulang, ketika engkau dengan jantung berdebar menuntun tangan isterimu masuk ke dalam kamar.

Ada yang menganggap pernikahan adalah sesuatu yang lumrah. Pernikahan hanya dipandang sebagai bersatunya dua orang berbeda jenis demi menjalankan perintah Allah dan Rasul-Nya, serta bertugas melanjutkan kehidupan dengan melahirkan keturunan. 

Cara pandang seperti itu terlalu menyederhanakan persoalan. Orang yang menganggap pernikahan hanya sebagai sesuatu yang wajar dan biasa-biasa saja, adalah orang yang jiwanya keras, hingga tak mampu melihat hakekat yang tersembunyi di balik pernikahan.




Padahal dalam setiap pernikahan, setidak-tidaknya mengandung dua keajaiban. Hanya manusia yang jiwanya peka saja yang dapat merasakan keajaiban-keajaiban seperti ini :


Keajaiban pertama, engkau dan isterimu adalah orang asing dan bukan muhrim. Lalu Allah menanamkan cinta dalam hatimu dan hati calon isterimu, sehingga kalian dapat berjodoh.
Biasanya dua orang dapat menjadi akrab bila keduanya sering bertemu. Walau sering bertemu, tidak ada jaminan keduanya akan saling tertarik.
Namun dalam pernikahan, segalanya menjadi serba mungkin. Banyak kita temui sepasang suami isteri, sebelumnya adalah orang yang tidak saling mengenal, tidak memiliki hubungan darah, tidak tinggal di wilayah yang berdekatan. Mereka benar-benar asing. Namun Allah membisikkan dalam jiwa mereka rasa cinta, hingga mereka dapat saling berdekatan, menyatu dalam ikatan suci, menempuh kehidupan dalam rentang waktu yang panjang.



  • Apakah hal itu hanya biasa-biasa saja, dan bukan sebuah keajaiban?


Penyatuan dua orang yang semula asing itu merupakan keajaiban, karena tidak ada teori yang mampu merumuskan kekuatan apakah yang mendorong dua orang asing saling mendekat. 

Tidak ada filsafat yang sanggup mengurai hakekat jiwa, tempat bersemayamnya cinta, hingga cinta dapat merekatkan hubungan yang semula jauh. Tidak ada ilmu fisika yang mampu merumuskan proses penyatuan unsur-unsur jiwa yang saling tolak kemudian berubah menjadi saling dekat.

Kita hanya mampu melihat tanda-tanda dan akibat yang ditimbulkan oleh jiwa. Dalam jiwa, terjadi sebuah proses yang tidak kasat mata, kala dua insan berlainan jenis saling tertarik dan kemudian menyatu.

Sebenarnya yang terjadi adalah proses pencarian kebutuhan untuk saling melengkapi. Manusia diciptakan dalam sebaik-baik bentuk (ahsan al-taqwim), namun tak ada satupun manusia yang sempurna. 

Masing-masing manusia memiliki kelebihan dan kekurangan. Dan jiwa bertugas untuk mengenali kekurangan dalam dirimu, dan terus-menerus berusaha menutupi kekurangan itu. Lalu dia menemukan pada jiwa lain sesuatu yang tak engkau miliki. Kelebihan orang lain adalah kekurangan dirimu, dan sebaliknya kelebihan dirimu adalah kekurangan orang lain.


Meskipun kalian semula adalah orang asing, karena ada dorongan untuk saling mengisi, kemudian kalian bertemu dan bersatu dalam sebuah ikatan suci.

Itulah hakekatnya jodoh. Engkau dan kekasihmu akan selalu berusaha melakukan penyesuaian. Engkau akan belajar dari kelebihan isterimu untuk menutupi kelemahan yang engkau miliki. Pun sebaliknya isterimu akan belajar dari segala kelebihan yang engkau miliki.
Oleh sebab itu wahai kaum lelaki, jika kalian telah mengikrarkan janji suci di depan penghulu untuk menikahi kekasih pilihan hatimu, maka janganlah merusaknya kembali. 

Sebab sesungguhnya yang mempersatukan kalian adalah Allah. Dengan merusaknya kembali pada hakekatnya engkau telah dengan sengaja membiarkan kekurangan dalam dirimu tetap seperti adanya, tanpa ada keinginan untuk memperbaikinya.


Keajaiban kedua, hanya dengan satu kalimat engkau telah membuat perubahan besar dalam hidupmu dan juga kehidupan isterimu. Sewaktu haji Wada’ Rasulullah saw.bersabda:

  • “Hendaklah kamu bertakwa kepada Allah di dalam urusan perempuan. Karena sesungguhnya kamu telah mengambil mereka dengan kalimat Allah. Kamu telah menghalalkan kemaluan (kehormatan) mereka dengan kalimat Allah. Wajib bagi mereka (isteri-isteri) untuk tidak memasukkan ke dalam rumahmu orang yang tidak kamu sukai. Jika mereka melanggar yang tersebut pukullah mereka, tetapi jangan sampai melukai. Mereka berhak mendapatkan belanja dari kamu dan pakaian dengan cara yang ma’ruf.” [HR. Muslim]



Wahai para suami, isteri adalah amanah yang dititipkan padamu
Cobalah engkau bayangkan, hanya dengan satu kalimat, “Kuterima ijab fulanah binti fulan dengan mahar sekian.” Sekali lagi, hanya dengan kalimat itu, engkau kemudian memboyong isterimu, memisahkan dia dari orang-orang yang selama belasan atau bahkan puluhan tahun mengasuh, mendidik dan membesarkannya. 


Hanya dengan kalimat itu saja, engkau mencabut hak pengasuhan dan pengawasan orang tuanya. Karena seorang isteri, setelah menikah harus lebih mentaati suami daripada orang tuanya sendiri. Hanya dengan satu kalimat segala yang haram menjadi halal, segala yang jauh menjadi dekat.

Sungguh sulit dicerna oleh pikiran, seorang anak gadis yang telah belasan atau puluhan tahun dipelihara oleh orang tuanya, lalu hanya dengan satu kalimat, hak orang tua seketika berpindah ke tangan lelaki asing. Mungkin setelah itu sang anak gadis akan pergi meninggalkan orang tuanya, hidup bersama orang ‘asing’ yang telah menjadi suaminya.


  • Amboi betapa mudahnya syariat Islam, hingga seorang anak gadis yang selama belasan atau puluhan tahun berada di bawah perlindungan orang tuanya, tiba-tiba terlepas dan berhak menentukan arah kehidupannya sendiri bersama suaminya.


Hanya dengan satu kalimat, mahkota suci yang terus dijaga dan dipertahankan selama puluhan tahun, tiba-tiba dengan ikhlas, bahkan dengan senang hati diberikan pada orang ‘asing’ yang telah menjadi suaminya menurut syariat.

Hanya dengan satu kalimat, seorang anak kemudian berubah menjadi lelaki dewasa dan menjadi seorang bapak atau ibu. Dan hanya dengan satu kalimat, lingkungan tempat tinggal, lingkungan pergaulan, lingkungan hobi dan pekerjaan berubah menjadi lingkungan lain yang berbeda.

Ini adalah keajaiban dari pernikahan. Banyak suami yang merasakan, setelah prosesi ijab-qabul ia menjadi manusia yang berbeda. Karena setelah mengucapkan qabul, ia merasakan ada beban tanggung jawab yang harus dipikul.


Beban tanggung jawab itu adalah ‘harga’ yang harus dibayar setelah mengucapkan satu kalimat. Meski mengucapkan qabul sangat mudah, namun menjaga amanah, tanggung jawab dan segala resiko dari ucapan itu adalah yang paling sulit. Sehingga kalimat qabul itu tidak dapat diucapkan dengan main-main, melainkan dengan seluruh kesadaran akan tanggung jawab.


Wahai para suami, isterimu sama seperti dirimu, ia adalah anak dari kedua orang tuanya. Orang tuanya telah mengasuh dan membesarkan dengan segenap tumpahan kasih dan sayang. Sama seperti belai kasih dan sayang yang engkau dapatkan dari orang tuamu.
Coba renungkan, engkau pasti ingin membalas jasa pada orang tua, dengan cara berbakti dan berusaha untuk selalu membahagiakan mereka. 

Engkau ingin melakukan itu semua, sebagai balasan atas keikhlasan orang tua mengasuh dan membesarkanmu. Demikian juga dengan isterimu, ia juga ingin berbakti pada orang tuanya dengan cara membahagiakan mereka. Oleh sebab itu, janganlah engkau membuat mereka bersedih dan berduka, karena kesedihan anak gadis (yang telah dinikahkan) akan tetap dirasakan oleh orang tuanya.


Bagaimana kecewa dan sedihnya orang tuamu, jika engkau disia-siakan oleh orang lain. Pun begitu, betapa sedih dan menderita orang tua kekasihmu, jika engkau menyia-nyiakannya. Jika engkau menyakiti dan menyia-nyiakannya, tentulah hati orang tua isterimu akan sedih, dan itu artinya isterimu tidak dapat membahagiakan orang tuanya. 


Apakah engkau tega menyakiti orang yang telah mengasuh dan membesarkannya selama belasan atau puluhan tahun itu?
Wahai para suami, dua keajaiban pernikahan itu dapat engkau jadikan sebagai modal penguat hubungan rumah tangga kalian.


Allah telah mempermudah kalian untuk mendapatkan kekasih yang engkau cintai. Sebagai konsekwensinya, engkau harus memikul amanah. 
Seberat apapun beban yang engkau pikul karena menikah, harus dengan sabar dan tabah engkau jalani, karena di balik semua beban itu, ada hikmah.

Hikmah yang dimaksud adalah, engkau menjadi khalifatullah fil ardh. Engkau adalah penerus kehidupan, dengan hadirnya keturunanmu yang akan memakmurkan dunia. 

Dengan menikah, engkau menjadi manusia yang bertanggungjawab melanjutkan peradaban manusia. Tanpa pernikahan, sulit dibayangkan bagaimana kehidupan akan terus berjalan, bagaimana peradaban akan terus berkembang.






No comments:

Post a Comment